"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"

_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_
Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum

"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)

Ibu Kue dan Kita

“Kue kue.... Mbak... kue mbak, kue....”

Seru Ibu Wiji yang tangguh itu. Kawan, dia ‘Ibu Kue’, sapaan akrabnya ketika belum tahu namanya.

Dengan sepeda onthel nya yang sudah tua, usianya yang tak lagi muda tetap saja menggerakkan kekokohan niatnya untuk berjualan kue. Sebenarnya bukan hanya kue yang beliau jual. Namun ada macam-macam makanan, seperti nasi pecel harga Rp2.500,00, bakwan udang, jajanan pasar (macam-macam kue kecil), donat, gorengan, nasi kuning di kotak plastik, nasi goreng, dan masih banyak lagi...

Pagi ini, DS (Darush Sholihat) asrama saya sepi, teman-teman yang notabene mahasiswi yang sekarang sedang mempunyai jatah liburan semester kebanyakan pulang ke rumah masing-masing. Al Fitri ke Lampung, Hanum dan mbak Anis ke Sumatra juga (tapi yang ini beda, bukan pulang kampung tapi acara walimahan kakaknya.hehe), Kiki ke JaBar, Mbak Antina dan Sa’diyah ke Jakarta, Mbak Tia ke Bantul, Sabil ke Depok, Desy ke Sukoharjo, dan sebagian yang lain tidak saya sebutkan serta sebagian yang lain juga sudah pergi pagi-pagi setelah kelas Bahasa Arab berakhir. Kelas berakhir pukul 06.00 WIB dan sebagian ada agenda pukul 06.30 WIB.

Pagi ini, saya beli sarapan di warung Bu Nongki, sebagian menenyebut Bu Nunung, dan spanduk warung bertuliskan “Mbok Nonong”. Entahlah, dari mana asalnya sebutan itu, yang jelas warungnya tetap sama. Nasi, sayur buncis tempe, sayur daun ketela, tahu bacem dan bakwan telah mengisi perut ku dan tiga orang teman se asrama. Alhamdulillah... Nikmat rasanya... syukur, syukur dan syukur..^^

Beberapa menit kemudian aku memang memutuskan untuk mencuci baju. Sejenak sebelum aku beranjak, ada seruan Ibu Wiji yang biasanya memang datang pagi-pagi sekitar pukul 07.30-08.00 WIB, itu perkiraanku. Beliau berjualan kue keliling...

“Kue kue.... Mbak... kue mbak, kue....”

Hampir sama persis setiap hari. Ya Alloh, lagi-lagi, sebenarnya terkadang merasa kasihan sama Ibu Wiji. Misalnya saya kali ini sudah sarapan, jadi tidak mungkin saya akan beli makanan lagi, karena akan sangat memboroskan. Apa boleh buat, lagi-lagi hanya menjawab,

“Mboten Bu.. “
(Red : enggak bu) kemudian disusul jawaban Ibu Wiji,

“Mbote mbak? Nggih sampun, rencange mbak?”
(Enggak mbak? Ya sudah, temannya mbak?) dan mbak Ika teman sekamar saya yang menjawab bahwa sebagian besar pulang.

Sewaktu saya mencuci di lantai 3, sekilas saya melihat Ibu Wiji mengelilingi kompleks untuk berseru kue dagangannya dengan sepeda onthel itu...

Kawan... Beliau usianya sudah tidak lagi muda, fisik nya sudah tidak lagi sekokoh kita yang bisa dengan cepat mengayuh sepeda, kesederhanaannya membuat ia tampak pribadi yang bersahaja, ketekunannya mampu membuka jalan pikiran saya bahwa memang setiap garis hidup yang Alloh takdirkan sekarang harus kita lalui dengan seoptimal mungkin kemampuan kita.

Bandingkan, beliau mungkin usianya sudah lebih dari 50 tahun, kita? Yah, mungkin antara 17-25 tahun lah katakanlah.. Pernahkah kita seharian mengayuh sepeda untuk menghasilkan uang yang mungkin setiap kali berhenti hanya untuk sekitar Rp100,00 sampai Rp500,00???

Beliau berjualan naik sepeda onthel, kita? Naik motor sekolah, kuliah, atau bahkan ada yang di antar.. Naik angkot mungkin, ya kalau ada yang jalan nggak papalah, kan fisiknya masih kuat, atau bahkan naik mobil? Itu aja untuk hal yang memang jadi kewajiban kita kawan... kita sudah dibayari sekolah, kuliah... beliau untuk sekedar menyambung hidup harus lebih berjuang keras dari kita...

Beliau jarang sekali libur jualan, bahkan hujan deras sekalipun (bayangkan kalau nggak di jual? Hari ini makan apa?)...

Sedangkan kita? Hampir tidak pernah merasa kelaparan, kalaupun lapar sedikit langsung beli makan. Itu pun masih suka ngeluh males beli makan.... luar biasa memang manusia.

Instropeksi untuk diri saya juga. Bahwa setiap kemalasan, kelemahan, keluhan dan keprihatinan kita itu belum ada apa-apanya dengan orang-orang pilihan Alloh disana yang mereka berjuang lebih keras untuk hidup... Sedangkan tugas kita itu cuma satu men ! Melawan malas ! Seperti kata Umi Masbihah... Karena kalau sudah malas, segalanya akan dibawa susah... dan susah itu sumbernya adalah kita sendiri.

“Ketika kita merasa berat, maka ingatlah dan bukalah mata hati pada orang-orang pilihan Alloh yang masih menunjukkan ketegaran hidup untuk mencapai kemuliaan sabar, ikhlas dan tawakal indah yang berbuah syurga. Kalau belum menemukan, cari orang-orang sepeti itu, orang yang lebih keras berjuang daripada kita ! Kita hidup di dunia ini hakikatnya berlomba-lomba untuk mencapai syurga Alloh, maka kita harus mencari orang yang sedang berlari mengejar syurga, biar kita sadar bahwa sebenarnya kita masih jauuuh tertinggal... Kehidupan adalah sarana untuk akhirat dengan keikhlasan niat ibadah dalam setiap amal perbuatan..”

Ibu Wiji, semoga Alloh memudahkan rizkimu... ^^ Aamiin


Quotes

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Total Pengunjung

Followers

My Account Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..