"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"

_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_
Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum

"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)

Hati-hati dengan Kecewa


Bismillahirrahmaanirrahiim..
InsyaAllah tulisan ini tidak ada tendensi buruk kepada siapapun dan apapun. Hanya sekedar berikhtiar untuk melakukan ‘pencerdasan’ hati, terutama kepada saya sendiri yang masih harus banyak belajar untuk bijak berkaca pada mata hati yang lebih tajam karena rahmat-Nya.

Yang tertulis di sini adalah sebuah uraian singkat dari hasil kajian Jelajah Hati di Pesantren Mahasiswi Darush Sholihat hari Sabtu, 2 Februari 2013 sekitar pukul 16.00-17.45 WIB oleh Ustadz Syatori Abdur Rauf. Masih pada pembahasan pekan yang lalu yakni mengenai “Menjemput Sukses Ukhrawi”. Alhamdulillah cukup panjang pembahasannya, kali ini catatan saya sekitar 3 lembar atau 6 halaman buku bigbos. Hanya saja mungkin belum sekarang untuk saya share-kan semuanya di sini. InsyaAllah uraian lengkapnya bisa menghubungi saya atau datang langsung ke kajiannya, dijamin ketagihan :) InsyaAllah, syaratnya bawa segenggam niat tulus ikhlas lillahi ta’ala.. ^^

Beberapa menit sebelum diakhiri dengan doa Abi (sebutan santri untuk Ustadz Syatori Abdur Rauf) ada beberapa pertanyaan dari Jamaah, dan salah satunya pertanyaan terakhir dari jamaah akhwat yang cukup membuat saya berkaca banyak hal dari Abi atas jawaban beliau, mengenai ketajaman mata hatinya menuntun sikap setelah indra dhohir kita menerima stimulus dari lingkungan.

Kertas pertanyaan pun mulai dibacakan (yang barangkali ada makna tersirat di dalamnya dan mungkin pula sudah banyak jamaah yang memahami arah pertanyaan ini)..

“Bagaimana caranya menghilangkan kekecewaan menjadi sesuatu yang membuat kita sabar dan ingin merubah itu menjadi hal baik? Misal kita sering melihat kemungkaran di sekitar kita sebingga kadang kita mudah kecewa”

Menduduki bangku depan membuat saya dengan jelas melihat bagaimana Abi bersikap bijak dalam menjawab dengan tutur kata yang khas menyadarkan benak saya.

Mungkin redaksinya tidak sepenuhnya persis, akan tetapi jawaban ini coba saya rangkum dengan keterbatasan pemahaman saya yang semoga pembaca dapat menangkap maksud pesan ini dengan kelapangan hati untuk perbaikan diri, saya termasuk di dalamnya.

Kecewa.. Sebenarnya.. segala sesuatu yang kita lakukan itu harus dipantaskan untuk siapa.

Kepada siapa dan apa kita pantas untuk kecewa?

Kalau kita melihat kemungkaran kemudian kita kecewa, apakah sebenarnya itu sudah bisa disebut sebagai kecewa? Kalau memang pantas, tinggal bagaimana membawa kecewa itu supaya tidak mengarah ke perangkap syaitan. (Hal ini berkaitan dengan pembahasan ‘jihadun nafsu’ dimana kita boleh menerima keinginan nafsu, termasuk kecewa, akan tetapi harus menolak semua kemauan syetan yang tersembunyi dibalik nafsu ingin kecewa tersebut. Dari nafsu ingin kecewa barangkali kita bisa masuk perangkap syetan untuk berbuat mungkar jika kita tidak waspada)

Kita pantas untuk kecewa atau kecewa bisa dikatakan sebagai kebutuhan hati jika kita melihat diri kita masih banyak melakukan kemungkaran. Kemudian kita kecewa... itu diperbolehkan, kenapa kita masih saja banyak berbuat kemungkaran???

Namun kecewa juga bisa menjadi keinginan nafsu. Misalnya saja kecewa kepada para ulama kenapa tidak ada yang bertindak, kecewa kepada orang yang mengerti dan memahami akan tetapi berbuat suatu hal yang merusak kehormatan dan kemuliaan islam, dan lain-lain.

Apakah hal yang seperti ini pantas untuk disebut kecewa?

Sebenarnya bukan kecewa yang seharusnya dituruti, yang seharusnya pantas untuk muncul. Akan tetapi yang pantas untuk kita lakukan adalah kasihan.

Jika memahami bahwa orang-orang yang mungkin membuat kita kecewa itu karena dianggap mulia dan terpandang, kembali sandarkanlah kemuliaan itu hanya kepada Allah SWT.
Sungguh... “Seseorang yang mempunyai kemuliaan di mata Allah, maka ia tidak akan sekalipun dapat dihinakan oleh makhluk siapapun.”

Sudah selayaknya kita tetap mengasihi, menyayangi dan lebih diutamakan untuk kita tetap berhusnudzon (berprasangka baik) terhadap orang tersebut, apalagi belum terbukti kebenarannya dan masih tergolong isu.
Sudah semestinya sesama muslim bagaikan satu tubuh, satu sakit maka yang lain ikut sakit. Sebenarnya bencana atau musibah yang menimpa saudara kita adalah bencana atau musibah bagi kita bersama. Yang hilang dari umat islam saat ini adalah hilangnya rasa kasihan terhadap umat islam lain yang berbuat dosa. Tidakkah kita ingat bahwa kita sebagai seorang mukmin bersaudara?
Namun terkadang justru banyak yang saling menghujat atau merasa bangga karena saudara sesama muslim melakukan dosa. (na’udhubillah..)

Rabbi, semoga Engkau menajamkan mata hati kami untuk tidak menuruti perangkap syetan hingga nafsu yang muncul seketika itu menjadikan ukhuwah kami retak karenanya...
Kemudian saya ingat dengan suatu hadits yang tercantum di subtitle bagian ke-28 bab “Mencintai Semua Makhluk” dalam buku Mendulang Hikmah Ada Hikmah dalam Setiap Keadaan dan Waktu oleh Abu Azka Fathin Mazayasyah.

“Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri” (HR Bukhari-Muslim)

Jleb.. hadits ini yang membuat saya terenyuh ketika awal ingin membeli buku ini ketika itu. Dan segala uraian hikmah lain di dalamnya tentunya..

Yang jelas sesama manusia termasuk sama-sama makhluk Allah yang hanya dengan kuasa-Nya lah kita digerakkan. Mungkin kalau kita bertafakur kembali tentang Kemahabesaran Allah, Allah lah yang menggerakkan dan menguasai makhluk, termasuk manusia, sehingga semakin kecillah peluang sesama manusia untuk membenci, memusuhi dan mengadili manusia yang lain. Sebab, jika kita masih tetap memusuhi, membenci, dan mengadili manusia atau makhluk yang lain, maka sama halnya kita telah memusuhi, membenci dan mengadili Zat yang telah menguasai makhluk tersebut. Berani kita? Astaghfirullah..

Dalam surat cinta-Nya, Al Qur’an, surat Al Maidah ayat 8 telah menyadarkan pula untuk kita mencoba mempunyai stock maaf yang besar dan luas.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Masya Allah.. barangkali Allah menunjukkan jawaban atas pertanyaan hati kecil saya lewat kajian sore tadi. Banyak sekali pertanyaan.. yang setidaknya kembali saya tersadar bahwa cukup Allah yang membuat kita mulia, yang kemuliaan dihadapan-Nya tidak akan pernah terkalahkan oleh apapun, tendensi dunia sekalipun dan bahkan penghargaan dari manusia yang tidak akan meningkatkan derajat kita di sisi-Nya.

Kenapa harus menghujat, mencemooh dan kecewa terhadap orang lain? Toh belum tentu amal kita (saya utamanya) yang masih ecek-ecek ini belum tentu lebih banyak yang diterima dari yang dihujat, dicemooh dan dikecewakan..

Allahu Rabbi... semoga kita termasuk orang-orang yang dikehendaki baik oleh Allah, sehingga ilmu-ilmu diin ini merasuk kedalam akhlak kita dan melahirkan perilaku yang semakin mendekatkan dengan-Nya.
Wallahu’alam... Semoga bermanfaat, sekedar tulisan refleksi untuk diri sendiri :)

Done edited.
02/02/2013
23:38 p.m
@Yunus JT 2 DS
_dalam istikharah dan pertimbangan panjang balasan surat musyrifah_

3 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Dulu aku sangat kecewa. Sangat sangat kecewa. Lalu Negara Api datang menyerang. Hanya Avatar, penguasa 4 elemen yang mampu menghentikannya. (lhoh)

Kayak katanya mas yoga "Sebuah peristiwa pasti memiliki dua sisi yg berlawanan" Hal yang membuat kita kecewa mungkin didimensi ruang dan waktu yang lain Insya Allah akan membuat kita bahagia. (ckckck)

Think positive aja. Karena Allah itu bersama prasangka hambanya (hadits qudsi)

"Sekecewa bagaimanpun, minumnya teh botol sosro" (waton wae kie aku ckckck)

Mariana Ulfa mengatakan...

:)

zz, tetap dengan bingungnya saya mencerna.
Sekedar menuai hal positif yang lebih banyak atas setiap peristiwa.

karena kita punya seribu satu cara untuk khusnudzon pada saudara kita :) (sahabat di Jogja)

Posting Komentar

Seberkas feedback semoga menjadi amal :)

Quotes

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Total Pengunjung

Followers

My Account Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..